Jumat, 23 Oktober 2009

Sepasang Mata dan Sepasang Kaki

Memang tak pernah mudah
mencerna kembali kenangan dengan sebelah mata.
Pun dengan sepasangnya.
Dibagi rata.
Dipisah-pisahkan.
Tetap tak pernah bisa.
Sebab mereka sepasang.
Mereka selalu melihat kearah yang sama.
Sebab mereka sepikiran.
Mereka bukanlah mereka,
tanpa cahaya,
tanpa kenang yang kali ini berkejora.

Dan hati tak pernah mempermasalahkan
wajah ini datang dari mata yang sebelah mana,
kenangan ini hadir lagi lewat mata yang mana.
Sebab mereka sejiwa.
Mereka tak mungkin bahagia salah satu,
atau sedih salah satu.
Mereka tak pernah saling cemburu.
Sebab mereka sebenarnya satu.
..

Malam tinggal tersisa setengahnya.
Sebentar lagi kantuk pasti mengalahkan mereka berdua.
Bukan hanya sebelah saja.
Namun sebelum mereka terkatup,
sepasang kaki mengantarkan mereka
lebih dekat dengan apa yang membuat mereka tetap terjaga.
Lebih dalam menuju kenangan.
Lebih memaksa hati untuk segera mencerna
apa yang membuat kejap mereka tak datang.

Hingga murka.
Hati pada mata.
Sebab kenangan mulai meradang.
Merobek-robek malam.
Memporak-porandakan ruang.
Dan iblis jalang yang jadi pemenang.
Lalu mereka tumbang bergelimang kenang..

“Jangan salahkan kami.Salahkan sepasang kaki yang mengantarkan kami kesana.”
..

Tapi sepasang kaki tak pernah tau apa-apa.
Yang mereka tau cuma melangkah.
Melangkah saja.

Oktober 2009

This post was submitted by Dika Agusta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar